Tomat
(Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu komoditas sayuran yang
banyak dibudidayakan dan dikembangkan. Tanaman yang tergolong dalam famili
Solanacea ini merupakan tanaman yang dapat ditanam di dataran tinggi sampai
dataran rendah, baik di lahan kering maupun lahan sawah. Tomat mempunyai
sayuran yang dimanfaatkan bagian buahnya yang mana mempunyai kandungan vitamin
dan mineral, sehingga tidak heran jika tomat banyak disukai masyarakat. Guna
memenuhi kebutuhan masyarakat, diperlukan cara budidaya yang dapat meningkatkan
produktivitas tomat. Namun yang menjadi kendala dalam kegiatan budidaya tomat
yaitu adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menyebabkan menurunnya
hasil panen.
OPT
penting pada tanaman tomat antara lain adalah ulat buah tomat (Helicoverpa
armigera Hubn.), penyakit busuk daun atau buah (Phytophthora infestans), penyakit layu fusarium (Fusarium sp.),
penyakit layu bakteri (Pseudomonas atau Ralstonia solanacearum), Meloidogyne spp, dan kutu kebul (Bemisia tabaci
Genn.). Masing-masing OPT mempunyai gejala serangan dan cara pengendalian yang
berbeda-beda, baik pengendalian secara teknis, kimia, biologi, atau dengan
pengendalian hama secara terpadu.
Ulat
buah tomat (Helicoverpa armigera) merupakan salah satu OPT bersifat
polifag yang menjadi hama utama dalam beberapa jenis tanaman sayuran dan
buah-buahan. Daur hidup ulat buah tomat ini terbagi menjadi 4 stadia, yaitu
telur, larva, pupa, dan dewasa atau dapat dikatakan bermetamorfosis sempurna
(holometabola). Biasanya lalat buah menyerang pada buah tomat yang masih muda
sehingga dapat menghambat perkembangan dari buah. Selain itu juga menyerang
buah tomat yang besar dengan masuk ke dalam buah yang akan membuat lubang dan
dapat menimbulkan kebusukan pada buah tomat. Pengendalian dapat dilakukan
dengan menggunakan musuh alami ulat buah, seperti telur parasitoid misalnya, Trichogramma
pretiosum Riley dan larva parasitoid misalnya, Campoletis chlorideae
Uchida. Selain itu juga dapat menggunakan biopestisida dan pestisida kimia.
Kerusakan oleh larva Helicoverpa armigera pada buah tomat dapat mencapai
80% (Uhan dan Suriaatmadja, 1993).
Kutu
kebul (Bemisia tabaci Genn.) merupakan hama yang bersifat polifag dan
aktif pada siang hari dan hidup di permukaan daun bagian bawah pada malam hari.
Selain itu, kutu kebul dapat berperan sebagai vektor yang membawa virus. Daur
hidup kutu kebul dibagi menjad 3 stadia, yaitu telur, nimfa, dan dewasa, atau
disebut mengalami metamorfosis sederhana (hemimetabola). Baik kutu kebul dewasa
maupun masih dalam stadia nimfa, dapat menyerang tanaman tomat dengan cara
menghisap cairan sel sehingga akan mengurangi turgor sel dan mengakibatkan
tanaman menjadi layu. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan
menggunakan benih unggul dan varietas yang berkualitas tinggi yang tahan
terhadap serangan OPT.
A. Kutu
kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Sinonim
dari kutu kepul atau kutu kepul atau kutu kabut dan lalat putih (Bemisia tabaci Genn.) adalah Bemisia gossypiperda, B. longispina dan B goldingi. Kutu ini termasuk familia Aleyrodidae dari ordo
hemiptera. Meskipun disebut lalat namun hama ini tidak termasuk ordo diptera
melainkan hemiptera. Kutu ini termasuk golongan kutu kecil, seperti kutu Myzus persicae dan kutu loncat. Tanaman
inangnya cukup banyak, antara lain tomat, lombok, ubi jalar, wijen, kapas,
kacang babi, kubis dan bunga matahari. Kutu ini bila terganggu akan berhamburan
seperti kabut atau kepul (Pracaya,1998).
Adapun taksonomi dari kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) adalah sebagai
berikut:
Ordo :Hemiptera
Sub-ordo: :Sternorrhyncha
Familia :Aleyrodidae
Genus :Bemisia
Spesies :Bemisia tabaci Genn. (Hodges dan Evans,
2005)
Morfologi
kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Dilihat
dari bentuk luar, lalat putih dewasa mempunyai dua pasang sayap berwarna putih,
dengan bertangan sayap ±2 mm. Panjang badannya ±1 mm, berwarna putih
kekuning-kuningan, tertutup tepung seperti
lilin putih dan bermata merah. Lalat putih betina berukuran lebih besar
daripada lalat jantan. Telur berbentuk elips sepanjang antara 0,2 mm- 0,3 mm.
nimfa berwarna pucat kekuning-kuningan, sedangkan pupanya kekuning-kuningan.
Panjan pupa ±0,7 mm, berbentuk oval serta datar, dan badannya seperti sisik
pada daun. (Pracaya, 1998)
Sedangkan
menurut Rukmana (1994), ciri morfologi dari ketu kebul adalah serangga dewasa
berwarna putih dengan
sayap jernih, ditutup lapisan lilin yang bertepung. Ukuran tubuh serangga
berkisar antara 1-1,5 mm. memilki warna telur kuning terang, diletakkan pada
permukaan daun bagian bawah. Selama hidupnya dari telur hingga dewasa (siklus)
selama 25 hari. Ketika dewasa serangga hidup berkelompok dalam jumlah yang
banyak, dan bila tersentuh akan beterbangan seperti kabut, sehingga disebutlah
“kebul putih”.
Daur
hidup (Metamorfose kutu kebul Bemisia tabaci Genn.)
1. Stadia telur
Lalat putih dapat bertelur ±160 butir. Telur
diletakkan di bawah permukaan daun dan terikat dengan benang (lamat) pada daun
(Pracaya, 1998). Pada stadia telur berlangsung selama 7 hari (Setiawati, 2001).
2. Stadia nimfa
Pada stadia nimfa terdiri dari 3 instar. Instar ke-1
berbentuk bulat telur dan pipih, bertungkai yang berfungsi untuk merangkak,
sedangkan instar ke-2 dan ke-3 tidak bertungkai (Setiawati, 2001) Tahap nimfa instar terakhir memiliki mata
merah dan kadang-kadang dikenal sebagai puparium, meskipun serangga dari ordo
ini (Hemiptera) tidak memiliki stadium pupa sempurna (metamorfosis tidak
sempurna). Masa stadium pupa berkisar antara 9-14 hari selama musim panas dan
17-73 hari di musim dingin (Hasyim dkk, 2010)
Gejala
serangan
Tanaman
tomat yang terserang seperti diselimuti tepung putih yang bila dipegang akan
berterbangan. Panjang kutu putih
dewasa hanya ±1 mm. Lalat ini merupakan
vector virus TYLCV (Tomato Yellow Leaf Curl Virus). Serangan lalat putih
mengakibatkan pertumbuhan tanaman tomat terhambat, tanaman kerdil, klorosis
pada daun, daun mengecil, dan daun menggulung ke atas. Pembentukan buah dan
bunga tiba-tiba berhenti sehingga buah yang terbentuk sangat sedikit. Bila
serangan terjadi saat tanaman masih muda produksinya menjadi sangat merosot.
Bila populasi lalat putih makin banyak, kerugian akan semakin bertambah.
Sedangan menurut Setiawati, dkk (2001) gejala serangannya berupa
bercak nekrotik pada daun, yang disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan
daun akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam keadaan populasi tinggi,
serangan kutu kebul dapat menghambat pertumbuhan tanaman tomat. Embun madu yang dikeluarkan
dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam. Kutu kebul
merupakan vektor penting virus gemini yang dapat menyebabkan kehilangan hasil
sekitar 20 – 100%.
Bioekologi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Penyebaran dan perkembangan B. tabaci pada
berbagai tanaman didukung oleh kemampuan tingkat reproduksinya yang tinggi dan
beberapa factor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya dinamika populasi,
seperti tanaman inangnya dan suhu (Naranjo dan Ellsworth, 2005; Huang et al. 2008;
Regniere et al. 2012). Menurut Naranjo dan Ellsworth (2005) tanaman inang dapat
mempengaruhi aspek biologi dan kelangsungan hidup suatu organisme. Selain itu menurut Huang et al. (2008) siklus
hidup serangga juga akan lebih cepat seiring dengan meningkatnya suhu. Hasil
penelitian Purbosari (2008) juga memperlihatkan bahwa siklus hidup imago Bemisia tabaci pada suhu 29ºC lebih
cepat dibandingkan dengan suhu ruang dan suhu 23ºC.
Bioekologi kutu kebul akan berbeda-beda
dari stadia telur hingga dewasa. Pada tanaman tomat stadia telur membutuhkan
6,8-8,7 hari pada suhu 25ºC dan RH 65% (Salas dan Mendoza, 1995). Selain itu
kutu kebul memiliki 3 instar nimfa yang perkembangannya secara
keseluruhanberlangsung selama 12-15 hari pada suhu antara 28 ºC -31ºC, dan
28-32 hari pada suhu 20 ºC -24ºC. sedangkan pada suhu tinggi periode
berkembangnya lebih cepat dan akan lebih lama jika suhu mencapai 18-22ºC
(Gamel, 1977).
Salsa dan Mendoza (1995) menyatakan bahwa
stadia nimfa kutu kebul pada tanaman tomat terdiri dari 3 instar dan instar
ke-4 dianggap sebagai transisi dan dinamakan instar ke-4 atau pupa karena
peralihan antara dua stadia yang singkat dan sulit untuk dipisahkan.
Sebaran dan tingkat kerusakan
tanaman tomat oleh kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Hama kutu kebul (Bemisia tabaci) merupakan hama yang menganggu dalam meningkatkan
produksi tanaman. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh Bemisia tabaci ini dapat mencapai 80%, bahkan semakin tinggi
kerusakan yang diakibatkan oleh hama tersebut dapat menyebabkan puso (gagal
panen). Dalam pengendaliannya, Bemisia
tabaci belum didapatkan cara yang tepat, sehingga dalam pengendaliannya
masih menggunakan insektisida (Inayati dan Marwoto, 2015)
Pengendalian Kutu Kebul
(Bemisia tabaci Genn.) pada tanaman tomat
Akibat yang terjadi pada kutu kebul yang
menyerang tanaman tomat mengakibatkan penurunan hasil secara kualitas maupun
kuantitas. Penurunana produksi ini akan berakibat buruk pada pemasaran untuk
tanaman tomat. Oleh Karena itu perlu adanya penanggulangan untuk mengendalikan
serangan kutu kebu (Bemisia tabaci Genn.) pada tanaman tomat.
Dalam pengendalian suatau hama banyak cara
yang dapat dilakukan, mulai dari dengan musuh alami baik predator maupun
parasitoid dan dengan menggunakan insektisida. Adapun cara untuk mengendalikan
hama kutu kebul (Bemisia tabaci dapat dilakukan sebagai berikut (Pracaya,
1998):
a) Menggunakan musuh alami hama, misalnya dengan beberapa
jenis tabuhan yang meruapakan parasite lalat putih dan beberapa jenis lembing
guna memakan telur lalat putih.
Selain di atas terdapat parasitoid Encarsia sp., dan predator Scymnus sp., Monochillus sp. dan Amblyseius sp. yang dapat digunakan
dalam mengendalikan kutu kebul (Setiawati dk, 2001).
b) Sanitasi, yang berarti gulma disekitar tanaman tomat
harus dibersihkan supaya tidak menjadi inang lalat putih
c) Pemberian mulsa jerami atau mulsa plastik kuning
d) Mencabut tanaman tomat jika tanaman tersebut terkena
virus dan membakarnya.
e) Memilih varietas tanaman tomat yang akan ditanam yang
tahan terhadap TLCV yang tersedia secara komersial, seperti varietas dari India
selatan sankranthi yang
ketersediannya telah teruji tahan atau agak tahan (Hasyim dkk, 2010)
f) Menyemprot hama dengan Diazinon, Malathion, maupun Azinphos-methyl.
B. Ulat
Buah Tomat (Helicoverpa armigera)
Hama ini adalah hama penting yang menyerang buah tomat
(Setiawati, 1991). Serangga ini juga bersifat polifag bisa menyerang jagung,
buah kapas, bermacam-macam tanaman sayuran dan tanaman hias, namun tanaman yang
sering diserangnya adalah tomat dan kedelai. Ngengat hama ini mampu menyebar
jauh mengikuti arah angin atau menentang arah angin (Farrow & Daly, 1987)
(dalam Siti Herlinda, 2005).
Adapun
Taksonomi (Helicoverpa armigera)
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili
: Noctuidae
Genus : Helicoverpa
Nama Spesies
: Helicoverpa (Heliothis) armigera Hubn.
(Anonim, 2013).
Morfologi (Helicoverpa armigera)
Panjang ulat buah sekitar 4 cm dan akan makin panjang
pada temperature rendah. Warna ulat bervariasi dari hijau, hijau kekuning-kuningan,
hijau kecokelat-cokelatan, dan kecokelat-cokelatan hampir hitam. Pada badan
ulat bagian samping ada garis bergelombang, memanjang, yang berwarna lebih
muda. Adapun pada tubuhnya kelihatan banyak kutil dan berbulu (Pracaya,1998).
Telur berbentuk bulat dan
berwarna putih agak kekuning-kuningan mengkilap, kemudian berubah menjadi
kuning tua dan akhirnya ketika mendekati saat menetas berbintik hitam(Wiwin Setiani,dkk., 2001).
Larva muda berwarna
kuning muda, kemudian berubah warna dan terdapat variasi warna dan pola corak
antara sesama larva (Wiwin Setiani,dkk., 2001).
Pupa yang baru terbentuk berwarna kuning,
kemudian berubah kehijauan dan akhirnya berwarna kuning kecokelatan (Wiwin
Setiani,dkk., 2001).
Ngengat berwarna coklat
kekuning-kuningan dengan bintik-bintik dan garis yang berwarna hitam. Ngengat
jantan mudah dibedakan dari ngengat betina, karena ngengat betina mempunyai
bercak-bercak berwarna pirang muda (Wiwin Setiani,dkk., 2001). Panjang sayap
ngengat bila dibentangkan sekitar 4 cm dan panjang badan antara 1,5 cm- 2,0 cm.
Sayap bagian muka berwarna cokelat dan sayap belakang berwarna putih dengan
tepi cokelat (Pracaya,1998)
Daur Hidup (Helicoverpa armigera)
Ngengat betina H.
armigera umumnya meletakkan telur pada daun pucuk, batang, kelopak bunga,
dan rambut tangkai bunga. Telur yang baru diletakkan kuning muda dan berbentuk
setengah bulat seperti kubah. Telur yang akan menetas berubah warna menjadi
abu-abu dan akhirnya hitam (Siti Herlinda, 2005).
Telur umumnya diletakkan
pada bagian tanaman yang banyak rambut-rambutnya, seperti pucuk, batang,
kelopak bunga, dan tangkai bunga. Hal ini sejalan dengan laporan Daha et al.
(1998), bahwa kebanyakan ngengat betina lebih menyukai bertelur pada
permukaan yang berambut dan kasar (Siti Herlinda, 2005).
Ngengat dapat bertelur sampai 1.000 butir. Telur
diletakkan satu per satu pada bagian atas tanaman. Telur menetas setelah
sekitar 2-4 hari. Setelah menetas, ulat pergi ke buah yang masih kecil ataupun
yang sudah besar. Ulat makan buah dengan cara membuat lubang dan masuk
kedalamnya.ulat sering berpindah dari buah satu ke buah yang lain, sehingga
banyak buah yang berlubang-lubang, ulat dapat mengalami 5-7 instar dalam waktu
16-25 hari, panjangnya dapat mencapai sekitar 4 cm ulat ini bersifat kanibal
sehingga bila berjumpa dengan sesamanya akan saling membunuh dan memakan. Bila
ulat telah dewasa akan turun ke tanah dan menjadi pupa, kemudian keluar dari
pupa menjadi ngengat. ngengat beterbangan untuk menghisap pada bunga.kemudian
ngengat mengadakan perkawinan dan bertelur lagi (Pracaya,1998).
Gejala
Serangan H. armigera pada Buah
Tomat
Ulat ini menyerang daun,
bunga, dan buah tomat. Ulat yang menyerang
buah makan buah dengan cara membuat lubang dan masuk kedalamnya. Ulat
sering berpindah dari buah satu ke buah yang lain, sehingga banyak buah yang
berlubang-lubang. Buah tomat yang terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah.
Kadang-kadang larva juga menyerang pucuk tanaman dan melubangi cabang-cabang
tanaman (Wiwin Setiani,dkk., 2001).
Namun ada juga buah yang
sudah dilubangi dan ditinggalkan dapat sembuh dan tidak busuk, tetapi buahnya
menjadi cacat, yaitu berwarna cokelat pada bekas lubang. Buah yang dilubangi umumnya
terkena infeksi sehingga buah menjadi busuk lunak. Ulat masih terdapat di dalam
buah, jika buah tomat yang berlubang dibuka (Pracaya,1998).
Bioekologi H.armigera
Terbentuknya kuncup bunga dan bunga mekar (40 hst)
diikuti dengan mulai munculnya telur H.armigera (10,75 butir/10 tanaman)
di pertanaman. Seminggu kemudian (47 hst) larva instar 1 mulai ditemukan
(0,5 ekor/10 tanaman). Populasi telur berfluktuasi dan tidak mengikuti pola perkembangan
kuncup bunga dan bunga mekar. Walaupun keberadaan bunga merupakan tempat yang
paling dipilih ngengat H. armigera untuk bertelur (berdasarkan data
pengamatan biologi). Namun, fenomena ini lebih dipengaruhi aktivitas
penerbangan ngengat dan pengaruh cuaca. Jika pada saat penelitian merupakan
musim hujan (bulan Oktober-Desember) sehingga aktivitas penerbangan ngengat
menurundan berdampak pada populasi telur di lapangan yang berfluktuasi
(Herlinda, 2005).
Pola perkembangan populasi larva cenderung
mengikuti pola perkembangan populasi telur. Populasi terakhir telur (5,5
butir/10 tanaman) masih dapat ditemukan saat tanaman berumur 82 hst,
sedangkan seminggu kemudian (89 hst) populasi terakhir larva (2,75
ekor/10 tanaman) ditemukan. Populasi larva yang terus meningkat
berdampak pada semakin banyak jumlah buah yang diserangnya (Herlinda,
2005).
Saat
larva mulai terbentuk (47 hst), pada saat yang sama jumlah putik yang terserang
mulai ada. Populasi larva terus meningkat sebanding dengan umur tanaman tomat.
Fenomena ini juga diikuti oleh pertambahan jumlah buah yang rusak
diserang larva H. armigera. Populasi larva mencapai puncak (4
ekor/10 tanaman) saat tanaman berumur 75 hst, sedangkan seminggu kemudian terjadi
peningkatan jumlah buah yang terserang. Peningkatan jumlah buah yang rusak
menjelang panen (82 dan 89 hst) disebabkan larva-larva yang ada di
pertanaman di dominasi larva instar akhir yang dapat memakan lebih dari
satu buah tomat, dan sering berpindah-pindah sehingga jumlah buah yang
terserang semakin meningkat. Daha et al. (1988) melaporkan larva
instar akhir (IV dan V) menyerang buah berukuran besar dan siap panen
dan seekor larva instar akhir mampu merusak 3-4 buah tomat (Herlinda, 2005).
Sebaran
H.armigera di Indonesia
Hama H. armigera tersebut menyebar di daerah sentra
produksi tomat di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Dan dapat diketahui pola sebarannya
bersifat acak
(Febriana, 2012).
Tingkat
Kerusakan Tanaman Tomat oleh H. armigera
Tingkat Kerusakan
oleh larva H. armigera pada buah tomat dapat mencapai 80% (Uhan dan
Suriaatmadja, 1993), ini lebih besar daripada tingkat kerusakan pada polong
kedelai yang mencapai 35,50 % (Herlinda et al., 1999) (Herlinda, 2005).
Pengendalian
H.armigera pada Tanaman
Tomat
Menurut Direktoral
Perlindungan Hortikultura, Kementerian Pertanian, Bantul., 2013 pengendalian H.
armigera pada
tanaman tomat adalah sebagai berikut:
a. Kultur teknis
1. Pengaturan waktu tanam. Tomat yang
ditanam pada bulan September terserang ringan oleh larva H. armigera.
2. Penanaman varietas toleran, seperti
LV 2100 dan LV 2099.
3. Penanaman tanaman perangkap tagetes
(Tagetes erecta) di sekeliling
tanaman tomat.
4. Sistem tumpangsari tomat dengan
jagung dapat mengurangi serangan H.
armigera.
b. Pengendalian fisik / mekanis
1. Mengumpulkan dan memusnahkan buah
tomat yang terserang H. armigera.
2. Pemasangan perangkap feromonoid seks
untuk ngengat H. armigera sebanyak 40 buah / ha.
c. Pengendalian hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : parasitoid telur H. armigera yaitu Trichogramma sp., parasitoid larva yaitu Eriborus argenteopilosus, dan virus HaNPV sebagai patogen penyakit
larva H. armigera.
d. Pengendalian kimiawi
Bila ditemukan ulat buah ≥ 1 larva / 10 tanaman contoh,
dapat diaplikasikan insektisida yang efektif dan diizinkan, antara lain
piretroid sintetik (sipermetrin, deltametrin), IGR (klorfuazuron), insektisida
mikroba (spinosad), dan patogen penyakit serangga H. armigera HaNPV 25 LE.
Hingga saat ini pengendalian H. armigera yang dilakukan oleh petani
umumnya dengan insektisida, dengan frekuensi 2-3 kali seminggu dan dosisnya 2-4
kali lipat lebih tinggi daripada dosis yang dianjurkan (Daha et al.,
1998). Saat
ini dilaporkan H. armigera yang menyerang tanaman kapas dan tomat, dan
hama ini telah resisten terhadap pestisida sintetik (Handiyani et al.,
1993). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian yang lebih baik yaitu
Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam PHT kajian tentang biologi dan ekologi
hama merupakan komponen utamanya (Herlinda, 2005).
Kesimpulan
Tanaman tomat merupakan tanaman sayuran yang
dimanfaatkan dari buahnya. Produksi tomat akan sering meningkat dengan adanya
budidaya yang tepat dengan pengelolaan dan pemeliharaan yang optimal. Sering
kita lihat bahwa dengan pemeliharaan yang optimal belum tentu tanaman tersebut
akan terhindar dari hama penyakit. Salah satunya adalah Bemisia tabaci dan Helicoverpa
armigera yang menjadi hama penting pada tanaman tomat. Bemisia tabaci atau dikenal dengan kutu kebul akan terlihat
menyelimuti tanaman tomat akan tetapi akan berhamburan seprti tepung ketika
dipeganga. Sedangkan Helicoverpa armigera
merupakan lalat buah yang sering kali kita temukan pada buah tomat. Dengan
mengetahui morfologi, gejala serangan maupun sebaran yang ada maka nantinya
akan diharapkan adanya pengendalian yang tepat untuk diterapkan di lahan
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2013. Ulat Buah. Bantul : Direktoral
Perlindungan Hortikultura, Kementerian Pertanian.
Febriana,
Aisyatul. 2012. Pola Sebaran Hama Penting Pada Tanaman Tomat(Solanum Lycopersicum L.). Jember: Agroteknologi, Fakultas Pertanian,Universitas Jember. Skripsi.
Gameel.
1977. Bemisia tabaci (Genn.). di dalam Kranz J, Schumettere H, Kock W, editor.
Diseases, Pests and Weed in tropical Crops. New York: John Wiley and Sons. Hlm
320-322.
Herlinda, Siti.
2005. Bioekologi Helicoverpa Armigera (Hübner)
(Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tomat. Agria 2(1):32-36. Jurnal.
Hodges, Evans. 2005. An identification
guide to the whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the Southeastern United
States. Florida Entomologist 88(4): 518-514
Huang Z, Ren S, Musa PD. 2008. Effects of
temperature on development, survival, longevity, and fecundity of the Bemisia
tabaci Gennadius (Homoptera: Aleyrodidae) predator, Axinoscymnus
cardilobus (Coleoptera: Coccinellidae). Biological Control 46(2008):
209–215.
Inayati dan Marwoto. 2015. Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu
Kebul Bemisia Tabaci Genn.
Pada Tanaman Kedelai. Buletin Palawija. Kendalpayak.
Naranjo SE, Ellsworth PC. 2005. Mortality
dinamics and population regulation in Bemisia tabaci. Entomologia
Exsperimentalis et Applicata 116:93–108.
Pracaya.
1998. Bertanam Tomat. Kanisius.
Yogyakarta
Purbosari.
2008. Neraca Kehidupan Kutu Kebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleirodidae)
pada suhu 23ºC. Skripsi Bogor: Institusi Pertanian Bogor.
Regniere J, Powell J, Bentz B, Nealis V.
2012. Effects of temperature on development, survival and reproduction of
insects: Experimental design, data analysis and modeling. Journal of Insect
Physiology 58 (2012):634–647.
Rukmana.
1994. Tomat dan Cherry. Kanisius.
Yogyakarta.
Salas
dan Mendoza. 1995. Biology of the sweetpotato whitefly (Homoptera: Aleydrodidae)
on tomato. Florida Entomologist 78(1):154-160.
Setiawati,
Sulastrini, Gunawan, dan gunaeni. 2001. Penerapan
Teknologi PHT pada Tanaman Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran:
Bandung.
Setiawati,
Wiwin, dkk,. 2001.Penerapan Teknologi PHT
pada Tanaman Tomat. Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Uhan,
T. S. dan R. E. Suriaatmadja. 1993.
Pengendalian ulat buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.) dengan insektisida
organophosphat dan pirethroid buatan. Bul. Penel. Hort. 25(4):29-34.
Di susun oleh
Azka Diaristiani
Inayatul Fitria
Dewi
Khoirulliummah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar