Sabtu, 21 Oktober 2017

HAMA PENTING PADA TANAMAN TOMAT:Bemisia tabaci Genn. dan Helicoverpa armigera Hubn



Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan dan dikembangkan. Tanaman yang tergolong dalam famili Solanacea ini merupakan tanaman yang dapat ditanam di dataran tinggi sampai dataran rendah, baik di lahan kering maupun lahan sawah. Tomat mempunyai sayuran yang dimanfaatkan bagian buahnya yang mana mempunyai kandungan vitamin dan mineral, sehingga tidak heran jika tomat banyak disukai masyarakat. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat, diperlukan cara budidaya yang dapat meningkatkan produktivitas tomat. Namun yang menjadi kendala dalam kegiatan budidaya tomat yaitu adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dapat menyebabkan menurunnya hasil panen.
OPT penting pada tanaman tomat antara lain adalah ulat buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.), penyakit busuk daun atau buah (Phytophthora infestans),  penyakit layu fusarium (Fusarium sp.), penyakit layu bakteri (Pseudomonas atau Ralstonia solanacearum), Meloidogyne  spp, dan kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.). Masing-masing OPT mempunyai gejala serangan dan cara pengendalian yang berbeda-beda, baik pengendalian secara teknis, kimia, biologi, atau dengan pengendalian hama secara terpadu.
Ulat buah tomat (Helicoverpa armigera) merupakan salah satu OPT bersifat polifag yang menjadi hama utama dalam beberapa jenis tanaman sayuran dan buah-buahan. Daur hidup ulat buah tomat ini terbagi menjadi 4 stadia, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa atau dapat dikatakan bermetamorfosis sempurna (holometabola). Biasanya lalat buah menyerang pada buah tomat yang masih muda sehingga dapat menghambat perkembangan dari buah. Selain itu juga menyerang buah tomat yang besar dengan masuk ke dalam buah yang akan membuat lubang dan dapat menimbulkan kebusukan pada buah tomat. Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami ulat buah, seperti telur parasitoid misalnya, Trichogramma pretiosum Riley dan larva parasitoid misalnya, Campoletis chlorideae Uchida. Selain itu juga dapat menggunakan biopestisida dan pestisida kimia. Kerusakan oleh larva Helicoverpa armigera pada buah tomat dapat mencapai 80% (Uhan dan Suriaatmadja, 1993).
Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) merupakan hama yang bersifat polifag dan aktif pada siang hari dan hidup di permukaan daun bagian bawah pada malam hari. Selain itu, kutu kebul dapat berperan sebagai vektor yang membawa virus. Daur hidup kutu kebul dibagi menjad 3 stadia, yaitu telur, nimfa, dan dewasa, atau disebut mengalami metamorfosis sederhana (hemimetabola). Baik kutu kebul dewasa maupun masih dalam stadia nimfa, dapat menyerang tanaman tomat dengan cara menghisap cairan sel sehingga akan mengurangi turgor sel dan mengakibatkan tanaman menjadi layu. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan benih unggul dan varietas yang berkualitas tinggi yang tahan terhadap serangan OPT.
A.    Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Sinonim dari kutu kepul atau kutu kepul atau kutu kabut dan lalat putih (Bemisia tabaci Genn.) adalah Bemisia gossypiperda, B. longispina dan B goldingi. Kutu ini termasuk familia Aleyrodidae dari ordo hemiptera. Meskipun disebut lalat namun hama ini tidak termasuk ordo diptera melainkan hemiptera. Kutu ini termasuk golongan kutu kecil, seperti kutu Myzus persicae dan kutu loncat. Tanaman inangnya cukup banyak, antara lain tomat, lombok, ubi jalar, wijen, kapas, kacang babi, kubis dan bunga matahari. Kutu ini bila terganggu akan berhamburan seperti kabut atau kepul (Pracaya,1998).

Adapun taksonomi dari kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) adalah sebagai berikut:
Ordo                :Hemiptera
Sub-ordo:        :Sternorrhyncha
Familia            :Aleyrodidae
Genus              :Bemisia
Spesies            :Bemisia tabaci Genn. (Hodges dan Evans, 2005)
Morfologi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Dilihat dari bentuk luar, lalat putih dewasa mempunyai dua pasang sayap berwarna putih, dengan bertangan sayap ±2 mm. Panjang badannya ±1 mm, berwarna putih kekuning-kuningan, tertutup tepung seperti lilin putih dan bermata merah. Lalat putih betina berukuran lebih besar daripada lalat jantan. Telur berbentuk elips sepanjang antara 0,2 mm- 0,3 mm. nimfa berwarna pucat kekuning-kuningan, sedangkan pupanya kekuning-kuningan. Panjan pupa ±0,7 mm, berbentuk oval serta datar, dan badannya seperti sisik pada daun. (Pracaya, 1998)
Sedangkan menurut Rukmana (1994), ciri morfologi dari ketu kebul adalah serangga dewasa berwarna putih dengan sayap jernih, ditutup lapisan lilin yang bertepung. Ukuran tubuh serangga berkisar antara 1-1,5 mm. memilki warna telur kuning terang, diletakkan pada permukaan daun bagian bawah. Selama hidupnya dari telur hingga dewasa (siklus) selama 25 hari. Ketika dewasa serangga hidup berkelompok dalam jumlah yang banyak, dan bila tersentuh akan beterbangan seperti kabut, sehingga disebutlah “kebul putih”.
Daur hidup (Metamorfose kutu kebul Bemisia tabaci Genn.)
1. Stadia telur
Lalat putih dapat bertelur ±160 butir. Telur diletakkan di bawah permukaan daun dan terikat dengan benang (lamat) pada daun (Pracaya, 1998). Pada stadia telur berlangsung selama 7 hari (Setiawati, 2001).

2. Stadia nimfa
Pada stadia nimfa terdiri dari 3 instar. Instar ke-1 berbentuk bulat telur dan pipih, bertungkai yang berfungsi untuk merangkak, sedangkan instar ke-2 dan ke-3 tidak bertungkai (Setiawati, 2001) Tahap nimfa instar terakhir memiliki mata merah dan kadang-kadang dikenal sebagai puparium, meskipun serangga dari ordo ini (Hemiptera) tidak memiliki stadium pupa sempurna (metamorfosis tidak sempurna). Masa stadium pupa berkisar antara 9-14 hari selama musim panas dan 17-73 hari di musim dingin (Hasyim dkk, 2010)


Gejala serangan
Tanaman tomat yang terserang seperti diselimuti tepung putih yang bila dipegang akan berterbangan. Panjang  kutu putih dewasa  hanya ±1 mm. Lalat ini merupakan vector virus TYLCV (Tomato Yellow Leaf Curl Virus). Serangan lalat putih mengakibatkan pertumbuhan tanaman tomat terhambat, tanaman kerdil, klorosis pada daun, daun mengecil, dan daun menggulung ke atas. Pembentukan buah dan bunga tiba-tiba berhenti sehingga buah yang terbentuk sangat sedikit. Bila serangan terjadi saat tanaman masih muda produksinya menjadi sangat merosot. Bila populasi lalat putih makin banyak, kerugian akan semakin bertambah.

Sedangan menurut Setiawati, dkk (2001) gejala serangannya berupa bercak nekrotik pada daun, yang disebabkan oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam keadaan populasi tinggi, serangan kutu kebul dapat menghambat pertumbuhan tanaman tomat. Embun madu yang dikeluarkan dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna hitam. Kutu kebul merupakan vektor penting virus gemini yang dapat menyebabkan kehilangan hasil sekitar 20 – 100%.

Bioekologi kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Penyebaran dan perkembangan B. tabaci pada berbagai tanaman didukung oleh kemampuan tingkat reproduksinya yang tinggi dan beberapa factor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya dinamika populasi, seperti tanaman inangnya dan suhu (Naranjo dan Ellsworth, 2005; Huang et al. 2008; Regniere et al. 2012). Menurut Naranjo dan Ellsworth (2005) tanaman inang dapat mempengaruhi aspek biologi dan kelangsungan hidup suatu organisme.  Selain itu menurut Huang et al. (2008) siklus hidup serangga juga akan lebih cepat seiring dengan meningkatnya suhu. Hasil penelitian Purbosari (2008) juga memperlihatkan bahwa siklus hidup imago Bemisia tabaci pada suhu 29ºC lebih cepat dibandingkan dengan suhu ruang dan suhu 23ºC.
Bioekologi kutu kebul akan berbeda-beda dari stadia telur hingga dewasa. Pada tanaman tomat stadia telur membutuhkan 6,8-8,7 hari pada suhu 25ºC dan RH 65% (Salas dan Mendoza, 1995). Selain itu kutu kebul memiliki 3 instar nimfa yang perkembangannya secara keseluruhanberlangsung selama 12-15 hari pada suhu antara 28 ºC -31ºC, dan 28-32 hari pada suhu 20 ºC -24ºC. sedangkan pada suhu tinggi periode berkembangnya lebih cepat dan akan lebih lama jika suhu mencapai 18-22ºC (Gamel, 1977).
Salsa dan Mendoza (1995) menyatakan bahwa stadia nimfa kutu kebul pada tanaman tomat terdiri dari 3 instar dan instar ke-4 dianggap sebagai transisi dan dinamakan instar ke-4 atau pupa karena peralihan antara dua stadia yang singkat dan sulit untuk dipisahkan.
Sebaran dan tingkat kerusakan tanaman tomat oleh kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Hama kutu kebul (Bemisia tabaci) merupakan hama yang menganggu dalam meningkatkan produksi tanaman. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh Bemisia tabaci ini dapat mencapai 80%, bahkan semakin tinggi kerusakan yang diakibatkan oleh hama tersebut dapat menyebabkan puso (gagal panen). Dalam pengendaliannya, Bemisia tabaci belum didapatkan cara yang tepat, sehingga dalam pengendaliannya masih menggunakan insektisida (Inayati dan Marwoto, 2015)

Pengendalian Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.) pada tanaman tomat
Akibat yang terjadi pada kutu kebul yang menyerang tanaman tomat mengakibatkan penurunan hasil secara kualitas maupun kuantitas. Penurunana produksi ini akan berakibat buruk pada pemasaran untuk tanaman tomat. Oleh Karena itu perlu adanya penanggulangan untuk mengendalikan serangan kutu kebu (Bemisia tabaci Genn.) pada tanaman tomat.
Dalam pengendalian suatau hama banyak cara yang dapat dilakukan, mulai dari dengan musuh alami baik predator maupun parasitoid dan dengan menggunakan insektisida. Adapun cara untuk mengendalikan hama kutu kebul (Bemisia tabaci dapat dilakukan sebagai berikut (Pracaya, 1998):
a)    Menggunakan musuh alami hama, misalnya dengan beberapa jenis tabuhan yang meruapakan parasite lalat putih dan beberapa jenis lembing guna memakan telur lalat putih.
Selain di atas terdapat parasitoid Encarsia sp., dan predator Scymnus sp., Monochillus sp. dan Amblyseius sp. yang dapat digunakan dalam mengendalikan kutu kebul (Setiawati dk, 2001).
b)   Sanitasi, yang berarti gulma disekitar tanaman tomat harus dibersihkan supaya tidak menjadi inang lalat putih
c)   Pemberian mulsa jerami atau mulsa plastik kuning
d)   Mencabut tanaman tomat jika tanaman tersebut terkena virus dan membakarnya.
e)   Memilih varietas tanaman tomat yang akan ditanam yang tahan terhadap TLCV yang tersedia secara komersial, seperti varietas dari India selatan sankranthi yang ketersediannya telah teruji tahan atau agak tahan (Hasyim dkk, 2010)
f)    Menyemprot hama dengan Diazinon, Malathion, maupun Azinphos-methyl.
B.     Ulat Buah Tomat (Helicoverpa armigera)
Hama ini adalah hama penting yang menyerang buah tomat (Setiawati, 1991). Serangga ini juga bersifat polifag bisa menyerang jagung, buah kapas, bermacam-macam tanaman sayuran dan tanaman hias, namun tanaman yang sering diserangnya adalah tomat dan kedelai. Ngengat hama ini mampu menyebar jauh mengikuti arah angin atau menentang arah angin (Farrow & Daly, 1987) (dalam Siti Herlinda, 2005).
Adapun Taksonomi (Helicoverpa armigera) sebagai berikut:
Kingdom                 : Animalia
Filum                      : Arthropoda
Kelas                       : Insecta
Ordo                        : Lepidoptera
Famili                     : Noctuidae
Genus                      : Helicoverpa
Nama Spesies         : Helicoverpa (Heliothisarmigera Hubn. (Anonim, 2013).

Morfologi (Helicoverpa armigera)
Panjang ulat buah sekitar 4 cm dan akan makin panjang pada temperature rendah. Warna ulat bervariasi dari hijau, hijau kekuning-kuningan, hijau kecokelat-cokelatan, dan kecokelat-cokelatan hampir hitam. Pada badan ulat bagian samping ada garis bergelombang, memanjang, yang berwarna lebih muda. Adapun pada tubuhnya kelihatan banyak kutil dan berbulu (Pracaya,1998).
Telur berbentuk bulat dan berwarna putih agak kekuning-kuningan mengkilap, kemudian berubah menjadi kuning tua dan akhirnya ketika mendekati saat menetas berbintik hitam(Wiwin Setiani,dkk., 2001).
Larva muda berwarna kuning muda, kemudian berubah warna dan terdapat variasi warna dan pola corak antara sesama larva (Wiwin Setiani,dkk., 2001).
Pupa yang baru terbentuk berwarna kuning, kemudian berubah kehijauan dan akhirnya berwarna kuning kecokelatan (Wiwin Setiani,dkk., 2001).
Ngengat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan bintik-bintik dan garis yang berwarna hitam. Ngengat jantan mudah dibedakan dari ngengat betina, karena ngengat betina mempunyai bercak-bercak berwarna pirang muda (Wiwin Setiani,dkk., 2001). Panjang sayap ngengat bila dibentangkan sekitar 4 cm dan panjang badan antara 1,5 cm- 2,0 cm. Sayap bagian muka berwarna cokelat dan sayap belakang berwarna putih dengan tepi cokelat (Pracaya,1998)

Daur Hidup (Helicoverpa armigera)
Ngengat betina H. armigera umumnya meletakkan telur pada daun pucuk, batang, kelopak bunga, dan rambut tangkai bunga. Telur yang baru diletakkan kuning muda dan berbentuk setengah bulat seperti kubah. Telur yang akan menetas berubah warna menjadi abu-abu dan akhirnya hitam (Siti Herlinda, 2005).
Telur umumnya diletakkan pada bagian tanaman yang banyak rambut-rambutnya, seperti pucuk, batang, kelopak bunga, dan tangkai bunga. Hal ini sejalan dengan laporan Daha et al. (1998), bahwa kebanyakan ngengat betina lebih menyukai bertelur pada permukaan yang berambut dan kasar (Siti Herlinda, 2005).
Ngengat dapat bertelur sampai 1.000 butir. Telur diletakkan satu per satu pada bagian atas tanaman. Telur menetas setelah sekitar 2-4 hari. Setelah menetas, ulat pergi ke buah yang masih kecil ataupun yang sudah besar. Ulat makan buah dengan cara membuat lubang dan masuk kedalamnya.ulat sering berpindah dari buah satu ke buah yang lain, sehingga banyak buah yang berlubang-lubang, ulat dapat mengalami 5-7 instar dalam waktu 16-25 hari, panjangnya dapat mencapai sekitar 4 cm ulat ini bersifat kanibal sehingga bila berjumpa dengan sesamanya akan saling membunuh dan memakan. Bila ulat telah dewasa akan turun ke tanah dan menjadi pupa, kemudian keluar dari pupa menjadi ngengat. ngengat beterbangan untuk menghisap pada bunga.kemudian ngengat mengadakan perkawinan dan bertelur lagi (Pracaya,1998).

Gejala Serangan H. armigera pada Buah Tomat
Ulat ini menyerang daun, bunga, dan buah tomat. Ulat yang menyerang  buah makan buah dengan cara membuat lubang dan masuk kedalamnya. Ulat sering berpindah dari buah satu ke buah yang lain, sehingga banyak buah yang berlubang-lubang. Buah tomat yang terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah. Kadang-kadang larva juga menyerang pucuk tanaman dan melubangi cabang-cabang tanaman (Wiwin Setiani,dkk., 2001).
Namun ada juga buah yang sudah dilubangi dan ditinggalkan dapat sembuh dan tidak busuk, tetapi buahnya menjadi cacat, yaitu berwarna cokelat pada bekas lubang. Buah yang dilubangi umumnya terkena infeksi sehingga buah menjadi busuk lunak. Ulat masih terdapat di dalam buah, jika buah tomat yang berlubang dibuka (Pracaya,1998).

Bioekologi H.armigera
Terbentuknya kuncup bunga dan bunga mekar (40 hst) diikuti dengan mulai munculnya telur H.armigera (10,75 butir/10 tanaman) di pertanaman. Seminggu kemudian (47 hst) larva instar 1 mulai ditemukan (0,5 ekor/10 tanaman). Populasi telur berfluktuasi dan tidak mengikuti pola perkembangan kuncup bunga dan bunga mekar. Walaupun keberadaan bunga merupakan tempat yang paling dipilih ngengat H. armigera untuk bertelur (berdasarkan data pengamatan biologi). Namun, fenomena ini lebih dipengaruhi aktivitas penerbangan ngengat dan pengaruh cuaca. Jika pada saat penelitian merupakan musim hujan (bulan Oktober-Desember) sehingga aktivitas penerbangan ngengat menurundan berdampak pada populasi telur di lapangan yang berfluktuasi (Herlinda, 2005).
Pola perkembangan populasi larva cenderung mengikuti pola perkembangan populasi telur. Populasi terakhir telur (5,5 butir/10 tanaman) masih dapat ditemukan saat tanaman berumur 82 hst, sedangkan seminggu kemudian (89 hst) populasi terakhir larva (2,75 ekor/10 tanaman) ditemukan. Populasi larva yang terus meningkat berdampak pada semakin banyak jumlah buah yang diserangnya (Herlinda, 2005).
Saat larva mulai terbentuk (47 hst), pada saat yang sama jumlah putik yang terserang mulai ada. Populasi larva terus meningkat sebanding dengan umur tanaman tomat. Fenomena ini juga diikuti oleh pertambahan jumlah buah yang rusak diserang larva H. armigera. Populasi larva mencapai puncak (4 ekor/10 tanaman) saat tanaman berumur 75 hst, sedangkan seminggu kemudian terjadi peningkatan jumlah buah yang terserang. Peningkatan jumlah buah yang rusak menjelang panen (82 dan 89 hst) disebabkan larva-larva yang ada di pertanaman di dominasi larva instar akhir yang dapat memakan lebih dari satu buah tomat, dan sering berpindah-pindah sehingga jumlah buah yang terserang semakin meningkat. Daha et al. (1988) melaporkan larva instar akhir (IV dan V) menyerang buah berukuran besar dan siap panen dan seekor larva instar akhir mampu merusak 3-4 buah tomat (Herlinda, 2005).
Sebaran H.armigera di Indonesia
Hama H. armigera tersebut menyebar di daerah sentra produksi tomat di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Dan dapat diketahui pola sebarannya bersifat acak
(Febriana, 2012).
Tingkat Kerusakan Tanaman Tomat oleh H. armigera         
Tingkat Kerusakan oleh larva H. armigera pada buah tomat dapat mencapai 80% (Uhan dan Suriaatmadja, 1993), ini lebih besar daripada tingkat kerusakan pada polong kedelai yang mencapai 35,50 % (Herlinda et al., 1999) (Herlinda, 2005).
Pengendalian H.armigera pada Tanaman Tomat
Menurut Direktoral Perlindungan Hortikultura, Kementerian Pertanian, Bantul., 2013 pengendalian H. armigera pada tanaman tomat adalah sebagai berikut:
a.       Kultur teknis
1.      Pengaturan waktu tanam. Tomat yang ditanam pada bulan September terserang ringan oleh larva H. armigera.
2.      Penanaman varietas toleran, seperti LV 2100 dan LV 2099.
3.      Penanaman tanaman perangkap tagetes (Tagetes erecta) di sekeliling     tanaman tomat.
4.      Sistem tumpangsari tomat dengan jagung dapat mengurangi serangan H. armigera.
b.      Pengendalian fisik / mekanis
1.      Mengumpulkan dan memusnahkan buah tomat yang terserang H. armigera.
2.      Pemasangan perangkap feromonoid seks  untuk ngengat H. armigera sebanyak 40 buah / ha.
c.       Pengendalian hayati
Pemanfaatan musuh alami seperti : parasitoid telur H. armigera yaitu Trichogramma sp., parasitoid larva  yaitu Eriborus argenteopilosus, dan virus HaNPV sebagai patogen penyakit larva H. armigera.
d.      Pengendalian kimiawi
Bila ditemukan ulat buah ≥ 1 larva / 10 tanaman contoh, dapat diaplikasikan insektisida yang efektif dan diizinkan, antara lain piretroid sintetik (sipermetrin, deltametrin), IGR (klorfuazuron), insektisida mikroba (spinosad), dan patogen penyakit serangga H. armigera HaNPV 25 LE.
Hingga saat ini pengendalian H. armigera yang dilakukan oleh petani umumnya dengan insektisida, dengan frekuensi 2-3 kali seminggu dan dosisnya 2-4 kali lipat lebih tinggi daripada dosis yang dianjurkan (Daha et al., 1998). Saat ini dilaporkan H. armigera yang menyerang tanaman kapas dan tomat, dan hama ini telah resisten terhadap pestisida sintetik (Handiyani et al., 1993). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengendalian yang lebih baik yaitu Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Dalam PHT kajian tentang biologi dan ekologi hama merupakan komponen utamanya (Herlinda, 2005).


Kesimpulan
Tanaman tomat merupakan tanaman sayuran yang dimanfaatkan dari buahnya. Produksi tomat akan sering meningkat dengan adanya budidaya yang tepat dengan pengelolaan dan pemeliharaan yang optimal. Sering kita lihat bahwa dengan pemeliharaan yang optimal belum tentu tanaman tersebut akan terhindar dari hama penyakit. Salah satunya adalah Bemisia tabaci dan Helicoverpa armigera yang menjadi hama penting pada tanaman tomat. Bemisia tabaci atau dikenal dengan kutu kebul akan terlihat menyelimuti tanaman tomat akan tetapi akan berhamburan seprti tepung ketika dipeganga. Sedangkan Helicoverpa armigera merupakan lalat buah yang sering kali kita temukan pada buah tomat. Dengan mengetahui morfologi, gejala serangan maupun sebaran yang ada maka nantinya akan diharapkan adanya pengendalian yang tepat untuk diterapkan di lahan Indonesia.






DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Ulat Buah. Bantul : Direktoral Perlindungan Hortikultura, Kementerian Pertanian.
Febriana, Aisyatul. 2012. Pola Sebaran Hama Penting Pada Tanaman Tomat(Solanum Lycopersicum L.). Jember: Agroteknologi, Fakultas Pertanian,Universitas Jember. Skripsi.
Gameel. 1977. Bemisia tabaci (Genn.). di dalam Kranz J, Schumettere H, Kock W, editor. Diseases, Pests and Weed in tropical Crops. New York: John Wiley and Sons. Hlm 320-322.
Herlinda, Siti. 2005. Bioekologi Helicoverpa Armigera (Hübner) (Lepidoptera: Noctuidae) Pada Tanaman Tomat. Agria 2(1):32-36. Jurnal.
Hodges, Evans. 2005. An identification guide to the whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae) of the Southeastern United States. Florida Entomologist 88(4): 518-514
Huang Z, Ren S, Musa PD. 2008. Effects of temperature on development, survival, longevity, and fecundity of the Bemisia tabaci Gennadius (Homoptera: Aleyrodidae) predator, Axinoscymnus cardilobus (Coleoptera: Coccinellidae). Biological Control 46(2008): 209–215.
Inayati dan Marwoto. 2015. Kultur Teknis Sebagai Dasar Pengendalian Hama Kutu Kebul Bemisia Tabaci Genn. Pada Tanaman Kedelai. Buletin Palawija. Kendalpayak.
Naranjo SE, Ellsworth PC. 2005. Mortality dinamics and population regulation in Bemisia tabaci. Entomologia Exsperimentalis et Applicata 116:93–108.
Pracaya. 1998. Bertanam Tomat. Kanisius. Yogyakarta
Purbosari. 2008. Neraca Kehidupan Kutu Kebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleirodidae) pada suhu 23ºC. Skripsi Bogor: Institusi Pertanian Bogor.
Regniere J, Powell J, Bentz B, Nealis V. 2012. Effects of temperature on development, survival and reproduction of insects: Experimental design, data analysis and modeling. Journal of Insect Physiology 58 (2012):634–647.
Rukmana. 1994. Tomat dan Cherry. Kanisius. Yogyakarta.
Salas dan Mendoza. 1995. Biology of the sweetpotato whitefly (Homoptera: Aleydrodidae) on tomato. Florida Entomologist 78(1):154-160.
Setiawati, Sulastrini, Gunawan, dan gunaeni. 2001. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran: Bandung.
Setiawati, Wiwin, dkk,. 2001.Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Tomat. Bandung : Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Uhan, T. S. dan R. E. Suriaatmadja. 1993. Pengendalian ulat buah tomat (Helicoverpa armigera Hubn.) dengan insektisida organophosphat dan pirethroid buatan. Bul. Penel. Hort. 25(4):29-34.
Di susun oleh
Azka Diaristiani
Inayatul Fitria Dewi

Khoirulliummah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar