Jumat, 06 Oktober 2017

AKU TAK SUKA SAMA



Kali ini sang penulis akan menceritakan tentang dirinya yang berbeda dari opini-opini yang lainnya. Alkisah ini ini dimulai sejak pertama kalimenginjakkan kakinya di tanah manis Kota Magelang. Kenapa dibilang manis? Ya, benar memang manis, magelang identic dengan masakan yang manis. Sehingga kehidupan sang penulis kali ini juga dipenuhi dengan kamanisan dan kepahitan yang dialaminya. “Aku Tak Suka Sama” mengapa saya mengambil topik ini. Karena cerita-cerita yang akan diungkapakan akan berbeda dengan jati dirinya sebagai makhluk sosial (ura nguwongno wong) begitulah pepatah jawa mengatakan. Jadi, boleh saja Saudara menilai dan memberi saran untu kebaikan sang penulis ini.

Awal disaat menjalani kuliah pertama kali, dengan basic sebagai siswa alumni MA Madarijul Huda kurang begitu mengerti akan dunia luar. Dikarenakan sejatinya diri ini memang ‘katrok’. Selain itu ketertarikan kepada dunia mengajar yang tinggi membuat sang penulis merasa kaget masuk sebagai mahasiswa pertanian. Basic-basic pertanian pun belum pernah didapatkan saat Mts. maupun MA, maka dari itu saya terlihat berbeda dengan sifat-sifat mulut diamnya. Ketika awal semester 1 setiap kuliah datang mepet jam 7 dan ketika waktu menandakan habis maka segerlah diraih tas dari bangku dan bergegas pulang. Tak pernah peduli dengan apa yang akan teman-teman lakukan, belajar bareng, makan bareng, main bareng, bahkan sekalipun ada pengumuman ditinggal pulang. Hal inilah yang menandakan bahwa si dia ini tidak ingin bergaul hingga berujung ke semester 2.

Segala keegoisan diri telah telah tertanam selama 2 semester hingga saat semester 3 saya mampu membaur dengan teman-teman. Berbicara ceplas ceplos, mau diajak belajar bareng, mau mendengarkan pengumuman kelas, hingga menunggu sesuatu yang tidak penting pun dilakukan. Hingg suatu hari diadakanlah makrab kelas (malam keakraban) untuk menunjukkan bahwa kita ini adalah 1 keluarga dengan pondasi persatuan para anggota. Disinilah saya mulai menunjukkan sikap peduli dengan teman, dan ketika evaluasi diri komentar yang diberikan kepada sang penulis ini hanyalah ‘jangan ngalahan, kalau ngerjain tugas jangan dikerjakan sendiri, kalua butuh bantuan bilang, jangan terlalu baik’ hanya komentar-komentra positif yang diberikan. Sungguh aneh, padahal sampai detik ini juga saya tidak mau begitu mengakrabkan diri dengan teman 1 kelas. Dan dikagetkannya bicara sang penulis yang ceplas-ceplos saat memberikan komentar dan saran dengan teman praktikumnya. Hingga semua orang tertawa tidak menyangka.

Selain keegoisan diri selama melakukan proses belajar, sang penulis tidak pernah mau mengambil mata kuliah pilihan yang diambil oleh teman-teman satu kelas, sehingga diri ini hanya mengambil mata kuliah yang diminati paling minim oleh mereka. Jikalau tidak maka mengambil mata kuliah yang sama namun berbeda jadwal dan hari. Entah mengapa ini selalu terjadi dari semester 2 hingga sekarang. Kalaupun ada yang sama dengan yang lain setidaknya hanya beberapa saja. Sifat keegoisan disini masih selalu saja muncul. Pernah terjadi keributan, ketika mencari jam ganti mata kuliah wajib. Karena dissat hari ini ada kuliahnya mereka dan saya libur dan ketika saya kuliah mereka libur. Maka kan sangat sulit mencari jam ganti.

Aku tak suka sama. Disamaipun aku tak suka. Begitulah kata yang tepat. Untuk beradaptasi dengan kaka tingkahkah atau dengan kelas lain? Atau hanya untuk menghindari dari sifat-sifat mereka yang beum cocok dengankukah? Atau entah bagaimana. Namun tetapi kita tetaplah satu keluarga. Tetap satu pondasi untuk bersatu. Walaupun sampai sekarang enggan bergaul, enggan berorganisasi, dan menghabiskan waktu dengan mereka akan tetapi perbedaan inilah yang kusuka. Apalagi menemui teman-teman yang enggan sholatnya, enggan mengajinya, kotor perkataannya, semuanya sudah menjadi pemandangan manis asin seperti masakan orang magelang. Aku suka berbeda, bagaimana dengan kamu? Berbedakah kita atau kamu tak ingin sama.
Wallahu a’alam.

05 Oktober 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar