Senin, 02 Oktober 2017

ADA APA DENGAN PESANTREN?



Sering orang mengatakan pesantren ataupun mengenal istiahnya, namun penilaian menurut pengalaman penulis sungguh mencengangkan dibalik mereka yang mendengar kata pesantren. Pesantren merupakan wadah bagi kita untuk belajar mendalami ilmu agama untuk dunia dan ukhrowi kita. Namun siapa sangka banyak orang yang salah mengira akan penghuni pesantren dan pesantren itu sendiri. Mengapa ini bisa terjadi?

Keidentikan dengan seorang ulama atau kyai adalah ciri khas yang dimiliki oleh pondok asuhan (pesantren). Mewadahi bagi masyarakat yang ingin mendalami berbagai ilmu ukhrowi di dalamnya termasuk ma’rifat lillahi ta’ala. Pesantren mengajarkan berbegai disiplin ilmu atapun management waktu bagi mereka yang juga di sisi lain mengemban sebagai siswa atau mahasiswa di dunia perkuliahan. Namun siapa sangka banyak orang yang menilai sebelah mata atau bahkan keliru dalam menafsirkannya.

Ketika seorang terjun di pesantren, mereka diharapkan menjadi seorang yang ahli ibadah, ahli amalan-amalan wajib dan sunnahnya, tawadlu’ dalam perbuatannya, karena hal demikianlah yang diajarkan oleh sang kyai. Namun siapa sangka jika ada salah satu atau salah dua diantaranya memilki sifat yang berkebalikan? Sesuai dengan kacamata penulis beberapa orang mengatakan bahwa “padahal belajar di pesantren tapi kok ngunu” hal ini masih mending. Akan tetapi lebih parahnya jika ada seorang santri maupun santriwati yang tidak betah tinggal di pesantren mereka justru menilai kesalahan dari pesantren itu.

Memang, pesantren mengajarkan hal-hal yang positif, bahkan bukan hanya pesantren saja tapi semua orang pengajar akan memberikan hal yang positif bagi orang lain. Sehingga yang menjadi permasalahan di sini adalah objeknya, mengapa mereka bisa menyimpang dari apa yang diajarkan. Janganlah sesekali menyalahkan orang lain, karena musuh terberat kita adalah diri sendiri. Banyak orang yang salah kaprah ketika hal ini terjadi sehingga negative thinking kita akan muncul pada seseorang.

Banyak sekali penilaian negetif yang diberikan oleh masyarakat, tentu saja karena sifat negative thinking yang pertama kali berkesan mendengar kata pesantren. Pesantren itu ribet, pesantren itu ketat, waktu bermain terbatas, mandinya susah, mau izin keluar susah, harus bangun pagi-pagi, kumuh, ramai, dan pesantren itu bla bla bla, sehingga mereka merekomendasikan :jadi jangan masuk pesantren”. Hal semacam inilah yang menjadi momok bagi mereka yang ingin mendalami ilmu agama karena banyak orang yang mendoktrin kenegatifan dari pesantren. Bagi mereka yang suka dan niat dengan susngguh-sungguh tak akan merasakan hal yang seperti itu, sehingga otak pikiran kita harus segera move dari pikiran negative. Namun bagi mereka yang sudah mendoktrin itu adalah kesalahan diri mereka sendiri, karena musush terberat manusia adalah diri mereka sendiri bukan tempat dimana kita menimba ilmu.

Pesantren tidak pernah salah dengan rutinitas yang padat dari fajar hingga malam, karena itu sudah menjadi hal yang dipertimbangkan antara keseimbangan kepentingan duniawi dan ukhrowi, karena menata keseimbangan itu penting. Pesantren adalah akses kita untuk mendekatkan diri kepada Sang Maha Cipta bukan mendekatkan diri dari bermain, waktu luang dan segela kemewahan dunia.

So, bagi kalian yang tidak betah tinggal di pesantren intropeksi dirilah kalian. Kaji apa yang membuat diri kalian tidak krasan dan fahamilah diri kalian untuk menjadi insan yang mulia. Yuk nyantri, mari tengok masa depan akhirat kita dan carilah tau ada apa dengan pesantren? 

30 September 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar