Memang daya ingatan cara bekerjanya sangat misterius,
terbolak-balik tiada dapat tentu. Kadang ketika kita menunggu sesuatu waktu
seperti berjalan di tempat, namun ketika kita mengenang sesuatu seakan-akan
kita bisa menembus waktu yang telah lampau dalam hitungan detik.
Hari-hari yang hujan dalam ingatanku, aku sedang bermain-main
air hujan di sekitar pekarangan yang tandus diwaktu musim kemarau itu. Aku
bermain kubangan air di jugangan, lalu berseluncur diatas licinya tanah liat.
Tetapi ketika halilintar bergemuruh menyambar-nyambar maka segera kakekku
memanggilku untuk segera mentas dari bermain hujan. Itulah penggalan ingatan
yang begitu mudah hadir dalam kenangan.
Sekarang aku sudah begitu rapuh, kulit-kulitku kisut sekeriput
kulit kakekku dahulu. Tulang-tulangku tak sekuat masa mudaku dahulu, rambut
putih memahkotai kepalaku. Namun yang paling menyiksa adalah peristiwa dalam
ingatan-ingatanku tak mau luruh bersama usiaku, ia terus hadir bersama
mimpi-mimpi di tengah malam yang gelap. Dan, yang paling sering adalah ingatan
tentang dirimu.
Dada terasa sesak, air mata keluar dengan sendirinya beriringan
dengan aliran ingatan tentang kita berdua. Meskipun yang ada dalam gambaran
kenangan adalah hal yang indah-indah tetap saja membuat hatiku bersedih. Serasa
tubuh ada di ruang gelap dan dingin, di dada terasa ada rongga gua bawah tanah
yang begitu besar namun juga gelap. Masa itu, bukit-bukit yang kita lalui dalam
perjalanan penuh semerbak bunga mawar di kanan kiri jalan. Para tani menyiangi
tanaman dengan penuh kegembiraan dan nyanyian, di wajah mereka terpancar sinar
kemerdekaan dan kebebasan yang tiada dapat di renggut darinya. Katamu kaum tani
adalah orang yang paling senang sepanjang hidupnya, mereka senang ketika
melihat biji-biji yang disemai tumbuh daun hijau dan mereka juga senang ketika
mereka hendak panen. Kau mengajariku memetik bunga yang merah mekar dan masih
berembun untuk dimakan, rasanya manis kecut dan pahit jadi satu.
Di bukit itu kita mendaki ke puncak yang paling tinggi, meski
kuda-kuda yang disewakan oleh pemiliknya telah di obral semurah-murahnya kita
tetap tak tergoda dan melanjutkan jalan mendaki. Sesekali kita berhenti untuk
meandang hamparan pohonpohon dan liuk liku bukit-bukit di kejauhan yang sangat
indah. Kita tidak saling bicara, namun aku tahu masing-masing kita menyadari
saat itu bahwa kita menikmati itu dalam suasana kebersamaan yang sangat
romantis.
Sekarang tua renta ini lumpuh, dimakan waktu yang katamu: waktu
akan meluruhkan segalanya. Tapi aku menampik anggapan itu, ingatan tak mau
luruh seiring berjalannya waktu, dan ukiran-ukiran perbuatan manusia mungkin
saja bisa punah tetapi ingatan mungkin selamanya mengambang dalam ruang angkasa
seperti roh-roh yang bergentayangan. Dan bintang-bintang di atas langit sana
yang serba berkelap-kelip adalah pancaran berjuta-juta tak terhingga keinginan
dan ingatan manusia. Seperti keinginanku sekarang ini, yang mungkin
kekanak-kanakan dan abstrak. Aku menginginkan kita tak pernah bertemu sehingga
sakit yang sekarang kuderita karena perpisahan denganmu tidak pernah
kurasaakan. Andai saja kita tidak ada di tempat yang sama dan waktu yang sama
kita benar-benar tidak akan saling berjumpa. Kesanku terhadapmu begitu kuat,
sehingga detail-mendetail peristiwa apa saja yang kita lalui tak mungkin aku
lupa.
Sungguhpun bila aku bisa datang ke masa laluku, aku akan
berusaha untuk menghindari pertemuan kita. Aku tidak akan menjabat tanganmu
untuk berkenalan, aku hanya kan menikmati keindahanmu dari kejauhan. Tetapi,
apakah ada sebuah mesin yang dapat kutumpangi untuk pergi ke masa itu. Bila ada
apakah mesin itu mampu bekerja dengan sempurna, mampu mengangkut renccana
pikiranku sekarang ke masa itu.
Ataukah mesin itu hanya mengangkut tubuhku saja, dan ingatanku
terhapus satu persatu menurut derajat waktu. dan rencanaku sekarang juga ikut
terhapus. Maka sia-sialah mesin waktu itu karena tetap saja daya yang
mempertemukan kita akan begitu kuat menarik kita untuk bertemu.
Relakan semua, hayati, dan sadari. Itulah kata-katamu yang
terakhir padaku, kau bagai orang bijak yang bicara penuh keyakinan. Menasehati
aku akan kesadaran yang tulus dan keikhlasan yang tidak dibuat-buat. Sungguh
saat perpisahan tidak ada hati yang tidak remuk, dan tidak ada jiwa yang tidak
menangis. Sebagaimana lambang yin dan yang dalam mitologi, meskipun berbeda ia
tetap berpelukan satu sama lain. Lalu aku dan kamu haruskah berpisah hanya
karena sebuah perbedaan.
Kau sudah menebak, apa-apa yang akan terjadi di hari-hari yang
senja ini. Kita masing-masing akan mengingat pada kenangan-kenangan yang indah.
Katamu, semua telah kita genggam saat kita sudah renta. Ya, memang semuanya telah
kita genggam dan rangkun dalam bahasa hati. Untuk itulah kita hidup kau berkata
padaku, dan kemudian kita mati telah turut dalam genggaman kita sebuah rahasia
alam.
Saat kau tiba-tiba menyingkir dari kehidupan ramai dan membawa
diri kepada kesunyian. Kau tinggalkan segala upaya kita yang telah kita rintis
dari awal.
Kesimpulanmu adalah, bahwa masing-masing dari kita telah
menepati janji untuk saling setia dalam kebersamaan dan tidak ada lagi sesuatu
hal yang perlu di perdebatkan. Kau menganggap cukup kita sampai disini, karena
tiada lagi apa-apa yang kita songsong dalam kebersamaan. Bahwa kita telah
merangkum kebahagiaan yang sempurna dalam senang dan pedih. Dan rasa senang dan
pedih yang silih berganti itu telah menunjukan jalan yang sunyi. Kau menyihirku
dalam kebijaksanaan yang ayu, dan wajahmu berbinar binar memancarkan keindahan
misterius. Aku tak dapat mendebat bahwa kita memang harus berpisah. Tetapi
kerelaan yang tulus seperti yang kau ajarkan itu memang susah dipenuhi. Sejenak
setelah kau berkata-kata padaku, dan kita saling bisu menembus pandangan kita
ke bukit-bukit di kejauhan. Kemudian kau yang pertama menangis, sambil berkata
bahwa batu pun dapat leleh. Aku diam dan tak bicara apa-apa padamu, karena
ketika aku bicara pasti akan menambah luka pada kita berdua.
Sekarang apa yang akan kulakukan, semua telah terjadi dan
masing-masing dari kita pasti luka. Jalan sunyi yang kau pilih adalah hakmu
sepenuhnya dan aku tak dapat berbuat apa-apa. Akupun harus rela seperti dirimu,
itulah satu-satunya kebahagiaan abadiku sekarang. Kerelaan atas sesuatu hal
yang dipiliih kekasihnya, meskipun aku tetap sedih. Namun kerelaan yang kurasa
derajatnya mengalahkan kesedihan yang permanen.
Aneh benar perasaan ini, sedih namun bahagia, bahagia namun
sedih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar